Saturday, August 1, 2015

Bintang Senja

Semula kita adala kertas kosong
Apapun yang kita kerjakan
Akan mengisi kertas itu
Menjadi serangkaian cerita
Yang bernamakan kehidupan

          Bintang Senja, begitulah nama yang melekat dalam diriku. Entah aku tak mengerti mengapa orang tuaku memberikan nama itu. Mungkin beberapa orang berkata nama adalah sebuah pengharapan. Mungkin orang tuaku mengharapkan kehadiranku di dunia ini kelak mampu bersinar terang laksana bintang yang menghiasi malam. Entahlah, bagiku apalah arti dari sebuah nama, yang terpenting adalah apa yang mampu kita berikan untuk kehidupan. Apakah kehidupa kita berharga bagi sesama, atau hanya menimbulkan bencana.
            Sejak lulus SMK 2009 lalu, aku merantau ke Jakarta. Banyak orang berkata, “ Kejamnya Ibukota melebihi ibu tiri”. Begitupun yang aku rasakan. Sejak awal aku menginjakkan kakiku di kota ini aku sudah mengalami pahit dan getirnya kehidupan. Berawal dari kerja di bengkel, yang sebenarnya tidak aku sukai, namun semua aku lakukan demi satu kata “ keluarga”.  Semua  berlawanan dengan diriku yang berjiwa lemah lembut.
            Memang sebagai sosok pria, aku memiliki perawakan yang bisa dibilang lumayan. Kulit coklat sawo matang, dengan bibir yang selalu dihiasi senyuman. Sebagai keturunan jawa yang selalu diajari kesopanan, banyak wanita yang menjadikanku lirikan. Badanku yang cukup kekar, bagi gadis-gadis mungkin aku layak dijadikan sebagai sosok pasangan.
            Namun tidak memungkiri, dalam segala sosokku itu, banyak sifat yang aku sembunyikan. Sifat wanita yang identik dengan lemah lembut, hati yang sensitif semua ada pada diriku. Mungkin semua karena dari masa kecil aku selalu dekat dengan ibu. Sehingga aku tak tertarik sama sekali dengan makhluk yang bernama perempuan. Bilapun ada kedekatan, itu hanya sebatas teman.
            Sampai saat itu, di umurku yang menginjak 24, dan sudah hampir lima tahun aku di kota Jakarta ini, banyak sekali gadis yang mencoba mendekatiku. Akupun mencoba merespon mereka, namun rasa apa yang aku dapat?, Ya, sebuah perasaan yang aku bilang hambar, akhirnya aku menjauhi mereka perlahan. Mungkin hubungan aku bisa dibilang dekat, namun aku menganggap mereka selayaknya adik.
            Dan kenyataannya malah aku memilih lelaki, entah mengapa aku menemukan sosok yang aku dambakan. Merasa aku dilindungi dengan pelukan hangat yang aku dapatkan. Entahlah. Aku tahu jalan aku ini salah, namun bukankah sebuah perasaan cinta itu anugrah. Tuhan yang menurunkan rasa cinta sebagai hadiah. Seperti lirik lagu yang selalu aku dengar sejak kecil, “ Renungkanlah”.

Rasa cinta pasti ada
Pada makhluk yang bernyawa
Sejak lama hingga kini
Tetap suci dan abadi
Takkan hilang selamanya
Sampai datang akhir masa
Takkan hilang selamanya
Sampai datang akhir masa
Renungkanlah

Perasaan insan sama
Ingin cinta dan dicinta
Bukan ciptaan manusia
Tapi takdir yang kuasa
Janganlah engkau pungkiri
Segala yang Tuhan beri

            Aku percaya, meskipun perasaan cinta yang Tuhan beri kepadaku ini salah. Aku tetap menerimanya sebagai anugrah dari-Nya. Di awal memang aku merasa tak menerima keadaan diriku, namun perlahan aku mulai menerima keadaan, bahwa aku mencintai gay. Aku akan terima semua penolakan, dan memang itu adalah konsekuensi dari sebuah pilihan. Terpenting dalam hidupku, meskipun aku gay, ini hanyalah soal orientasi seksual. Bagiku selama tidak mengganggu diriku untuk maju. Tetap fokus pada tujuanku dan masa depanku. Selama aku bisa hidup bersosial dengan baik. Sudah cukup bagiku.
            Sebagai manusia yang beriman, aku tetap menjalankan kewajibanku kepada Tuhan. Aku tetap sholat lima waktu, mengaji dan puasa semampuku. Entah banyak cibiran orang yang bilang apakah ibadahku diterima, cukuplah itu menjadi pertanggung-jawabanku kelak kepada-Nya. apakah kalian manusia pantas menghakimiku?
            Di tengah hinaan yang mendera, aku tetap optimis mewujudkan satu cita-cita. Aku ingin memasuki industri perfilman Indonesia. Entah kenapa dari kecil aku melirik dunia entertaiment. Dan aku berharap bisa mewujudkan harapan itu.
Meski harus menempuh jalan berliku, apapun itu tak menyurutkan langkahku.
Bukankah hari-hari selalu berisi harapan
Selama ada keyakinan
Ada doa yang dipanjatkan
Impian adalah kenyataan
Penuh rasa percaya
Dalam menggapai cita
Hingga tiba masa senja

No comments:

Post a Comment